Kita Bukan Penggemar Sepak Bola Yang Baik (Part 1)

By Kurang Pecah - 22:39


Sepak bola masa kini tak hanya menjadi kesenangan seseorang lebih dari itu sepak bola menjadi simbol harga diri. Ketika klub kebanggaan diusik dan dicemooh maka nurani akan melawan dan menyerang balik lawan persis seperti mempertahankan sebuah harga diri.

Sama halnya di Indonesia ketika tim kebanggaanya diusik  si suporter langsung memburu lawan yg melakukan provokasi. jangan dikira intrik itu hanya ada saat pertandingan berlangsung, yang terjadi gesekan tersebut akan berlanjut di luar lapangan dengan cara adu kekuatan yang biasa disebut tawuran untuk membela apa yang mereka yakini.

Saya rasa hampir tidak ada lagi batas antara rasa fairplay dan kemenangan. Demi harga sebuah kemenangan seakan pelaku sepakbola menutup mata apa yang terjadi di lapangan. Kita tentu pernah melihat ketika tim tengah butuh gol mereka melakukan apapun untuk mencetak gol meskipun pemain lawan tengah mengerang kesakitan di lapangan bahkan ada yang mencetak gol dengan tangan dan mendorong lawan. Lalu dimana kah suporter? Mereka diam menyiapkan setumpuk tesis untuk melakukan pembelaan.




Fanatik boleh bodoh jangan.

Saya pernah membaca bahwa fanatisme adalah hal yang naluriah akibat dari konsekuensi logis dari kemajemukan sosial masyarakat. Saya juga memahami fanatisme lahir dari perbedaan pandangan hidup dan ideologis yang dianut agar ideologi dan pandangan hidup itu agar terus lestari dan berjaya di kehidupan sosial. Namun sayangnya saya tidak mengerti alasan fanatisme menjadi alat untuk merasa superior dihadapan pandangan hidup yang lain bahkan cenderung mengarah ke mengolok dan diskriminatif.

Perilaku merasa superior sangat terlihat di dunia maya para suporter fanatik sebuah klub. Awalnya mungkin seorang suporter sedang membanggakan prestasi klub favorit nya namun di dunia maya kamu tak akan selalu mendapat respon yang kamu ingin. Setelah melihat postingan tersebut suporter rival yang 'kalah' tentu tidak akan tinggal diam, mereka akan menyerang balik dengan menujukan prestasi klub favorit sendiri. Ketika kedua kubu suporter merasa superior apa yang terjadi? Bentrok ! Kalau kamu anggap pertentangan itu hanya adu gengsi prestasi kamu salah besar. Mereka tak segan untuk mencaci maki, memfitnah bahkan menghina fisik seseorang yang sudah tak ada hubungannya dengan sepak bola.

Suporter Sepak bola dunia maya zaman sekarang malah saling mengumbar ujaran. kebencian kepada rival abadinya ironisnya ujaran itu justru berawal dari fanbase yang menjadi naungan informasi suporter. Kalau pusat informasi saja sudah terindikasi kebencian maka tak perlu kaget jika makmum suporter akan sulit terkontrol dan akan mengutuk sebuah kekalahan dari rival. Fanbase akan menjadi lautan caci maki kawan sendiri yang tak bisa dicegah oleh si pengurus fanbase.

Seyogyanya sepak bola harusnya menjadi sebuah contoh makna fairplay. Bahwasanya sefanatik fanatiknya kamu terhadap sebuah klub mereka yang terlibat didalamnya juga seorang manusia yang berjuang untuk memenuhi hasrat egosentrimu maka hargailah.


bukan fans 90 menit.

Minggu sore tepatnya tanggal 15 Oktober 2017 awalnya baik-baik saja sebelum tragedi yang menghenyakan itu terjadi. Di sebuah stadion sepak bola seorang legenda dan pahlawan masyarakat lamongan beristirahat selamanya di rumahnya sendiri di bawah tiang gawang Stadion Surajaya Lamongan.

Kemenangan Persela sore itu dari Semen Padang FC seakan sia-sia setelah mendengar kabar Choirul Huda pemain paling loyal di Persela Lamongan berpulang menemui tuhan. Delapan belas tahun sudah Choirul huda menjaga gawang klub kebangaan masyarakat lamongan. Loyalitasnya tak perlu diragukan lagi Choirul Huda layak mendapatkan julukan "one  man one klub" sehingga layak disejajarkan dengan legenda dunia seperti Totti dan Maldini.



Berita meninggalnya Choirul huda lantas menjadi viral di dunia maya. Tak hanya di indonesia berita meninggalnya choirul huda akhirnya sampai ketelingga FIFA yang mengucapkan turut berduka cita selain itu pesepakbola dunia juga menunjukan respectnya kepada Choirul huda seperti Paul Pogba, Peter Cech dan Ter Andre Streger yang menulis bela sungkawanya di media sosial masing masing.

Begitu banyak kepedulian yang datang pada almarhum Choirul Huda namun seberapa respect kah sepak bola kita terhadap Choirul huda? Saya tidak mengerti bagaimana bisa seorang pesepakbola masih bisa bermain setelah beberapa jam mendengar rekan seprofesinya meninggal di lapangan tempat dirinya bermain, itu lah yang saya lihat ketika malam hari di hari yang sama 15 Oktober 2017 pertandingan antara PSM Makasar VS Persib Bandung berlangsung tanpa mengheningkan cipta tanpa pita hitam.

Sepak bola bukan hanyalah 90 menit di atas lapangan lebih dari itu sepak bola seharusnya menjadi cerminan kemanusiaan yang baik di lapangan maupun luar lapangan. Saya masih teringat tentang kejadian suporter timnas yang terkena petasan dari suporter timnas yang lain, saya juga masih mengingat jelas meninggalnya Ricko Andrean suporter Persib Bandung yang ironisnya meregang nyawa di tangan suporter persib sendiri usai dikeroyok dikira suporter Persija. Lalu mau berapa korban lagi yang harus berjatuhan demi sebuah olahraga bernama sepak bola? Masih pedulikan kita pada perangkat kesehatan para pemain maupun suporter di stadion? Masih pedulikan kita kita tentang keselamatan nyawa suporter di luar dan dalam stadion?. Pertanyaan itu seharusnya ditanyakan pada diri sendiri bagian dari sepak bola. Mau bergantung pada organisasi sepakbola dan klub? Ah mereka sama-sama sulit mengerti sepakbola mereka sendiri.

Saya pernah mendengar sebuah pernyataan yang yang cukup membuat bergidik ketika mendengarnya. "Jika sepak bola lebih mahal dari pada nyawa, maka kami lebih memilih hidup tanpa sepak bola. " sebuah tribut dari pemain PSS Sleman Tri Handoko untuk Stanislaus yang meninggal akibat bentrokan dengan suporter lain. Pada akhirnya saya mengerti Kematian memang mengerikan, tetapi olahraga yang mengorbankan kematian jauh lebih mengerikan.


  • Share:

You Might Also Like

2 komentar

  1. Benar sekali pernyataannya, kak. Fanatik boleh, bodoh jangan. Saya juga nggak habis pikir bagaimana bisa sebuah olahraga yg mestinya bisa mempersatukan kita semua malah berakhir menjadi debat panjang dan beberapa kasus lainnya ada kekerasan hingga bentrokan yg berujung kematian.

    ReplyDelete
  2. Akhir2 ini ga mngikuti bola, tpi paham sedikit soal kefanatikan suporter. Di bandung jg ada bobotohnya persib yg loyal sekali. Setuju dgn tulisanmu, kembalikan sesuai porsinya, klo sampe ada korban, rasanya ini terlalu konyol ya.

    ReplyDelete